Berharap Kembali
oleh : Aprilia Maorin
Hujan
turun perlahan, membelenggu ku terjebak dalam kenangan tak berkesudahan.
Mengingatkan ku akan kenangan hari itu. Hujan seolah menolak melepaskan mereka
hari itu. Hujan turun mencoba menyembunyikan air mata yang turun dari mata
orang – orang yang akan segera berpisah. Aku hanya diam mengamati. Aku berharap
aku tidak terbawa suasana untuk ikut menangis.
Hari itu Sabtu, 16 April 2016
disekolah ku tengah mengadakan serangkaian acara pelepasan siswa kelas 12 atau
dikenal dengan perpisahan. Beberapa orang sibuk berlalu lalang disekitar
panggung tempat acara digelar. Mereka adalah panitia acara perpisahan kali ini,
terlihat dari seragam biru dan name tag yang mereka pakai, seragam yang pernah
disodorkan pada ku, mengajak untuk ikut andil menjadi panitia di acara kali
ini. Namun aku tak ingin menjadi panitia untuk acara kali ini, ada alasan
mengapa aku tak ingin.Sebenarnya aku hanya ingin menikmati acara ini dari awal
sampai akhir, karena mungkin ini juga waktu perpisahan ku dengan nya. Sosok laki
– laki berpostur tinggi dan berkulit kuning langsat, yang sekarang duduk
beberapa meter dihadapanku. Ia juga menjadi alasan mengapa aku tak ingin
menjadi panitia. Terlalu klise memang, namun itulah kenyataannya.
Dia adalah Artara Deovaza, seorang senior
disekolahku dan merupakan ketua di ekstrakulikuler yang tengah ku ikuti. Dia
seorang laki – laki yang baik menurut ku, dan dia cukup pendiam jika didudia
nyata. Mengapa ku menyatakan demikian?. Karena aku lebih sering berkomunikasi
dengannya didunia maya dibanding didunia nyata. Berawal dari sebuah kepanitiaan
di acara pentas seni disekolahku, kami berdua ditunjuk menjadi LO untuk pengisi
acara, yang kebetulan berjumlah 3 orang. Dan ketua panitia hanya menunjuk kami
tanpa membagi tugas, dia tidak mau tau yang penting kami berdua bertanggung
jawab atas pengisi acara. Karena mungkin
dia belum pernah menjadi seorang LO, dia banyak bertanya pada ku tentang tugas
LO yang notabene nya adalah menjadi asisten pribadi pengisi acara dan terlepas
dari acara kepanitiaan pun kami sering berkomunikasi via WA, terkadang sampai
membahas hal yang tak terlalu penting. Namun sayang nya hubungan kami hanya
akrab saat chatting saja, tidak selaras dengan kehidupan nyata. Jika bertemu
pun kami jarang bertegur sapa, mungkin karena ego yang tinggi untuk sekadar
menyapa, malah terkadang seperti orang asing. Miris memang, tapi itulah
kehidupan. Hubungan ku dengannya lambat
laun menjadi renggang, karena kami memiliki kesibukan masing – masing, untuk
bertegur sapa didunia maya pun rasanya tak sama. Karena aku memaklumi, toh aku
dengannya hanya sebatas senior dan junior atau rekan kerja dalam panitia, jadi
tak ada yang harus dipermasalahkan. Namun jika tentang perasaan, mungkin setiap
orang akan mempermasalahkan. Aku tak menampik rasa yang bergejolak setiap
melihatnya, rasa bahagia menghabiskan waktu untuk sekadar berbalas pesan yang mungkin
tidak terlalu penting. Namun itulah perasaan. Bodoh memang tapi sayang.
Seiringnya waktu berjalan, aku mulai
terbiasa. Terbiasa untuk tidak berkomunikasi dengannya. Namun saat itu ketika
malam semakin larut, hp ku berdering ada panggilan masuk, dan kebetulan aku
belum tertidur karena masih merampungkan tugas yang tak kunjung usai, ternyata
terpampang panggilan masuk dari “Kak Deo”. Jantung ku berpacu cepat, ada apa
dia menghubungi ku malam – malam. Aku hanya membarkan hp ku berdering tanpa mau
menjawab panggilannya, karena aku takut. Tak lama setelah itu, muncul
notifikasi WA, dan ternyata 1 pesan dari nya.
Rei,
udah tidur?Maaf ganggu malam – malam, kamu punya buku paket biologi kelas X
nggak Rei?
Belum
kak, punya kak. Kenapa ?
Boleh
pinjam nggak Rei, selesai UN saya kembalikan.
Oh
boleh – boleh kak. Yaudah besok aku bawa kesekolah ya kak.
Alhamdulillah
makasih Rei, besok saya ambil dikelas kamu ya Rei. Makasih ya.
Keesokan
harinya, sesuai janji malam tadi, dia mengambil buku ke kelas ku. Mungkin
memang karakternya seperti itu, seperti kanebo kering, kaku sekali. Bahkan
untuk berbicara pun kaku, entah bagaimana orang seperti ini bisa ikut banyak
ekskul disekolah. Namun tak apa, aku tetap suka karakternya.
Waktu yang tak
ku harapkan pun tiba, waktu perpisahan kelas XII. Entah lah perasaan ku campur
aduk, ada rasa tak tenang bergemuruh didada.
Beragam
atraksi pun di suguhkan diacara perpisahan kali ini, sanagt meriah. Saat ini
waktu menunjukkan pukul jam 14.00 WIB yang artinya sebentar lagi masuk acara
puncak perpisahan. Lagu perpisahan pun sudah mulai diputar, gerimis pun turut
datang meski tak diundang menciptakan suasana sendu pada acara hari ini. Aku
pun memilih berpindah kekoridor lantai 2 sekolah ku, untuk mengamati acara
puncak ini dari atas, karena aku bisa melihat semua orang dengan jelas dari
koridor lantai 2, termasuk melihat dirinya. Semua siswa/I kelas XII bersalaman
dengan guru, tangis pun tak tertahankan, aku pun yang menyaksikan nya hampir
menangis, tapi ku tahan. Tatapan ku tak bisa lari dari nya, ternyata sekaku
apapun dia didunia nyata, ia juga menangis saat itu. Aku tersenyum kecil
melihatnya. Aku terlalu larut melihat acara tangis – menangis ini, hingga tak
sadar bunyi notifikasi WA yang beberapa kali berbunyi
Rei
dimana?. Bisa ketemu sebentar. Penting!!!
Dilantai
2 kak, didepan kelas XII IPA 3
Tak lama
kemudian Kak Deo sudah ada disamping ku.
“Bisa bicara
sebentar Rei?” tanyanya.
“Bisa kak,
disana aja disini terlalu rame,”ucapku menunjuk ujung koridor.
“Kita udah
kenal kurang lebih setahun ya Rei,waktu yang cukup lama, mungkin kalo saya
banyak salah sama kamu saya minta maaf, kan kita pas ketemu nya baik – baik
walaupun kenalnya nggak sengaja waktu jadi panitia, dan sekarang berpisahnya
juga harus baik – baik. Saya cuma pengen bilang, terima kasih udah mau kenal sama
saya, walaupun saya orangnya nggak asik”ucapnya.
“Iya kak Rei
juga minta maaf ”ucap ku singkat, merasa seperti akan ada yang hilang.
Setelah
berbincang ringan sebentar kami pun turun ke lantai bawah.
“Ini Rei
bukunya, makasih ya,”ucap Kak Deo padaku.
“Semangat ya belajarnya, semangat sekolahnya
Rei,”ucapnya menyemangati.
“Iya kak, kakak
juga yang bentar lagi bakalan jadi mahasiswa”balasku.
Aku
memutuskan untuk pamit segera mungkin, karena aku tak bisa lama – lama disini,
dia pasti melihat ekspresi wajahku yang sedang grogi ini, aku malu, jantung ku
berdebar tak karuan, sudah pasti semburat merah dipipiku tampak jelas. Namun
baru ingin berbalik badan, Kak Deo menahan ku.
“Rei ini untuk
kamu, kenang – kenangan dari saya. Disimpan ya. Saya nggak bisa bohong kalau
saya suka sama kamu, tapi saya tahu rasa suka itu wajar untuk semua manusia
termasuk saya. Apalagi saat ini kita masih remaja masalah cinta monyet pun
mungkin udah biasa. Saat ini saya nggak
bisa janjiin ataupun kasih kepastian ke kamu tentang perasaan saya. Tapi semoga
saja rasa ini bisa saya jaga sampai nanti. Saya nggak tahu berapa lama. Jadi
jangan berharap sama saya. Saya cuma mau bilang jaga diri baik – baik Rei
karena saya belum bisa jaga kamu. Semoga kita bisa ketemu lagi dilain waktu
Rei. Dan saya yakin jika memang berjodoh sejauh apapun kita saat ini, kita
pasti akan dipertemukan kembali. Sampai jumpa dilain waktu Rei,”ucap Kak Deo .
Aku hanya
tertunduk saat ini, mencoba menyembunyikan tangis dari nya. Karena aku tak mau
mendengar kata – kata itu darinya. Tapi aku mencoba menguatkan hati bahwa jika
memang takdir, kami pasti akan dipertemukan kembali.
“Sampai jumpa
kak”ucapku.
Aku langsung
berlari meninggalkannya, menyembunyikan air mata yang semakin deras membasahi
pipi. Aku sebenarnya ingin mengelak untuk berpisah. Namun inilah saatnya kami
berpisah.
Ya Allah aku
tahu mungkin ini hanya perasaan ku yang terlalu berharap pada makhluk-Mu, tapi
aku harap aku bisa bertemu dengannya lagi suatu hari nanti, dan semoga dia
adalah orang yang ditakdirkan untuk ku. Semoga ia selalu dalam lindungan-Mu.
Dan semoga cinta ku tak bebaur nafsu. Aku percaya dengan rencana-Mu Ya Allah.
Komentar
Posting Komentar