Ceria Hanya Cerita
Karya : Aprilia Maorin
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 4 sore,seorang laki – laki tampak
gelisah sambil menatap kearah pintu, ia menunggu seseorang namun
yang ditunggu - tunggu masih belum menampakkan batang hidungnya, seolah
tak ada tanda – tanda akan kedatangannya, ia pun memutuskan untuk menghubungi
sosok yang ditunggu. Namun nihil hanya suara operator lah yang terdengar. Ia
telah mencoba berulang – ulang namun masih sama. Lelaki itu pun tampak kesal
dan menghempaskan ponselnya keatas meja yang ada dihadapannya. Lelaki itu ialah
Ryanaldi Arya Narendra. Seorang ketua osis disalah satu sekolah menengah atas
yang ada di jakarta.
“kemana
sih lu re, ditelpon dari tadi nggak bisa – bisa,”gerutunya kesal.
Ia
sedang menunggu sosok perempuan yang memegang peran penting dalam jabatannya
saat ini, yaitu Aretha Dwi Shalsabila seoarang perempuan yang menjadi seorang
teman dekatnya sekaligus merangkap menjadi sekretaris osis saat ini.
Ditempat lain, seorang perempuan sedang menahan kekesalan yang
membuncah bagaimana tidak, ia dipaksa untuk melakukan rutinitas check-up yang
seharusnya dilakukan minggu depan. Dia mengidap penyakit kanker otak, dan mau
tidak mau yang namanya penyakit, harus disembuhkan bukan. Dan dia harus rutin
melakukan check-up, seharusnya jadwalnya adalah minggu depan, namun karena
orang tuanya ada keperluan mendesak minggu depan, jadi check-up nya dimajukan
jadi hari ini. Padahal ia telah mengatakan bahwa ia bisa check-up sendiri,
lagian dokter juga suah mengenal dirinya toh apa salahnya jika ia pergi
check-up sendiri. Tapi apa lah daya, orang tuanya keras tidak bisa dibantah.
Akhirnya ia pun mengiyakannya.
Dan yang membuat ia tambah kesal hari ini, ia sudah berjanji kepada
Ryan akan bertemu dengannya siang ini pukul 4, tapi ia harus melakukan check-up
penyakitnya, dan ia tidak ingin Ryan bertanya mengapa ia tidak menemuinya hari
ini.Alhasil ia menonaktifkan handphonenya. Konsekuensi yang harus ia terima
adalah, segudang pertanyaan yang akan diajukan Ryan padanya, akan alasannya
tidak hadir hari ini. Bisa dibilang ini bukan pertama kalinya, Retha tidak
menepati janjinya, jadi ia harus menguras otak untuk mencari alasan logis,
untuk mengatakan pada Ryan.
Dia
tak ingin mengatakan yang sebenarnya, bahwa alasan dibalik seringnya ia
menmbatalkan pertemuannnya dengan Ryan adalah karena dia harus check-up ke
dokter. Karena dia tidak ingin orang lain tahu tentang kodisi nya saat ini,
walaupun Ryan adalah teman dekatnya, namun tetap saja bagi retha ia tak harus
memberitahukan tentang hal yang sebenarnya t.
Matahari mulai menampakkan semburat jingga nya, namun sosok Ryan
masih belum berpindah dari posisinya dikursi kebesarannya sambil berkutat
dengan berbagai macam laporan kegiatan
yang menumpuk dimejanya .Jika saja ada orang yang melihatnya, tentu saja
orang akan mengira jika Ryan adalah orang yang sangat fokus dalam mengerjakan
sesuatu. Buktinya saja, saat ini ia sedang terbuai, dengan laporan – laporan
tercinta yang menemani hari – harinya. Namun persepsi itu salah besar, karena
nyatanya walaupun tampaknya ia tengah serius dengan laporannya, tapi pikirannya
masih bercabang, ia masih memikirkan kemana orang yang ia tunggu hari ini,
ditambah lagi orang itu tidak dapat dihubungi saat ini. Kejadian ini sudah
beberapa kali terjadi, setiap ada janjian atau pertemuan apalah dengan rekannya
itu, pasti ada saja halangan yang terjadi. Jujur saja, walaupun ini sudah
sering terjadi, rasa khawatir tehadap teman nya yang satu itu tidak pernah
hilang, mungkin karena mereka seolah memiliki ikatan, namun faktanya merak
adalah teman. Sambil membaca laporan dan menatap ponselnya Ryan berharap ada
kabar dari Retha bahwa dia baik – baik saja saat ini, karena meskipun mereka
saat ini sudah menginjak bangku SMAdan bisa dikategorikan dewasa, tetap saja
baginya Retha tetaplah seorang anak kecil yang ceroboh .Meskipun begitu ia
salut dengan teman baiknya itu, Retha adalah sosok perempuan yang gigih dan
bertanggung jawab, tak salah jika ia terpilih menjadi sekretaris osis tahun
ini. Ia adalah sosok perempuan yang bisa saja mengimbangi waktunya, kapan ia
harus belajar, kapan ia harus bermain, dan kapan ia harus berorganisasi, ia
bisa menyetarakan itu semua tanpa merasa kelimpungan. Ia seolah bisa berlaku
adil atas setiap hal yang dilakukannya, ia juga termasuk tipe perempuan yang
banyak disukai para kaum adam. Bagaimana tidak, Retha adalah sosok perempuan
cantik yang ramah, rata- rata semua angkatannya bahkan kakak kelas mengenal
dirinya, ia juga mempunyai prestasi yang gemilang bahkan ia juga menjadi siswa
teladan disekolahnya. Ia juga termasuk orang yang ceria, jarang seali air muka
sedih terpampang diwajahnya, ia selalu menampilkan senyum terbaiknya, walaupun
kadang ada saja orang yang salah persepsi dengan keramahannya itu. Terkadang
Ryan lah yang berperan menjadi kakak bagi seorang Retha, menegurnya agar tidak
terlalu akrab dengan laki – laki karena tidak semua laki – laki itu baik. Dan
ia selalu membatasi Retha dalam berteman dengan laki-laki, karena ia merasa Retha adalah gadis dengan cover dewasa namun
jiwanya masih seperti anak Tk, childish, itulah kata yang tepat untuk
menggambarkan Retha.
Namun demikian bukan berarti Retha tidak bisa menjadi gadis dewasa,
ia bisa menjadi apa yang dia inginkan, kadang ia bisa bertingkah menyebalkan
dan keras kepala seperti anak – anak, dan juga
kadang ia bisa menjadi gadis anggun nan dewasa, contohnya adalah saat ia
menjadi tamu sekaligus perwakilan osis di acara perpisahan sekolah tetangga,
bahkan Ryan tidak mengira bahwa Retha bisa menjadi gadis anggun seperti itu.
Saat bisa melihat Retha menjadi gadis anggun, itu adalah keajaiban bagi Ryan , karena
setidaknya ia bisa melihat Retha menjadi perempuan normal pada umumnya, terlalu
berlebihan mungkin, namun bagi Ryan itu kata – kata yang pas untuk Retha. Bagi
Ryan, Retha itu adalah gadis dengan sejuta pesona. Ia merasa sangat beruntung
bisa menjadi teman dekat Retha, gadis yang selalu memberi energi positif
untuknya, gadis yang selalu memberi support untuknya sebagai teman dan sebagai
rekan kerja. Iya merasa beruntung, bisa mengenal Retha, gadis yang bisa
mengubah hidupnya saat ini, menjadi pribadi yang lebih ramah, dan lebih terbuka
kepada orang lain.
Bagaimana
mungkin dia bisa tenang hingga saat ini, saat jarum jam menunjukkan pukul 6.00
wib, ia juga belum mendapat kabar dari Retha.
Ditempat lain, Retha masih bergulat dengan pikirannya,kejadian ini
sudah kerap terjadi, dan sekarang ia harus memutar otak untuk mencari alasan yang
logis mengapa ia tidak menepati janjinya hari ini.
“Re
, ayo pulang, kok malah melamun disini, ntar kesambe setan rumah sakit baru
tau,”ucap sang mami mengejutkannya.
“Hehehe
gak melamun kok mi, oh mami udah selesai ngobrol sama dokternya, yaudah ayo
pulang,” balas Retha.
“Dok
Retha pulang dulu ya,’’ pamitnya pada sang dokter.
“Iya
hati – hati jaga kesehatan re jangan terlalu dipaksain, banyak istirahat, kalo
sempat ngedrop lagi, kamu bakalan dirawat disini dan bakalan istirahat total,” jawab
sang dokter.
“Iya
dok iya, Retha bakal jaga kesehatan kok, dadah dokter sampai jumpa bulan depan
kalo masih panjang umur,” balas retha sembari mengalihkan tatapannya pada sang
dokter.
Iya tau realita yang dihadapinya saat ini, dimana ia harus
merasakan kehidupan yang mungkin berbeda dengan teman – temannya, saat dimana
ia harus berjuang melawan penyakitnya, karena saat ini ia mengidap penyakit
kanker otak. Kanker adalah salah satu penyakit yang paling berbahaya didunia,
peyakit yang menjadi penyebab utama kematian. Ia sempat merasa sangat terpuruk
atas apa yang telah ia ketahui tentang penyakitnya. Saat ia tahu bahwa ia mengidap
kanker otak, ia sempat merasa sangat terpuruk, merasa kehiduapan seolah
mempermainkannya karena yang ia tahu kondisi baik – baik saja, namun apa yang
tampak dari luar tidak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Hari itu menjadi hari terburuk sepanjang hidupnya, entah bagaimana
ia bisa tidak sadarkan diri dalam jangka waktu yang cukup lama, padahal
sebelumnya ia tidak pernah seperti ini, palingan jika ia merasa lelah ia akan
tidur sebentar dan semuanya akan kembali segar. Dan ia bisa langsung melakukan
aktivitasnya seperti biasa. Namun hari itu, ia merasa sangat lelah, kepala nya
terasa sakit sekali seperti dihantam batu besar, namun ia hanya mengira kalau
itu karena ia kurang tidur. Ia pun memutuskan untuk beristirahat dikamarnya
yang ada dilantai 2 rumahnya, belum sampai dikamar, Retha tidak bisa menjaga
keseimbangan dan akhirnya Retha jatuh tak sadarkan diri, saat ia terbangun ia
tengah berada diruang serba putih, dimana saat ia bangun aroma obat menyeruak
menusuk hidung. Ya bisa ditebak, saat ini ia sedang berada dirumah sakit,
ruangan yang paling ia benci. Karena menurutnya rumah sakit hanya membawa
kesengsaraan dan berita buruk. Bagaimana tidak, saat dirumah sakit kita hanya boleh
beristirahat, tanpa melakukan aktivitas lain, hanya berbaring ditempat tidur
sambil menunggu dokter dan perawat yang akan memeriksa kondisi kita. Sangat
amat membosankan untuknya.
Bak petir menyambar, saat ia tahu tentang penyakitnya. Penyakit yang
telah bersarang ditubuhnya selama beberapa bulan terakir tanpa ia ketahui, karena
menurutnya ia baik – baik saja. Sejak tahu itu ia menjadi lebih pendiam, ia
menjadi seorang gadis yang tertutup. Namun karena kekhawatiran orang tua pada
anaknya, akhirnya Retha dibawa ke psikolog, psikolog mencoba berinteraksi
sebagi teman, mencoba memberikan Retha dorongan, dukungan dan semangat,
meskipun awalnya tidak ada perubahan yang signifikan, tetapi setelah psikolog
dan orang tuanya tak henti – hentinya memberi dukungan padanya, akhirnya ia
bisa terbebas dari masa kelam yang ia hadapi, meskpiun tidak serta merta ia
terbebas dari penyakitnya, namun itu sudah sangat baik. Hidupnya mulai berjalan
sebagaimana mestinya.
Saat tahun ajaran baru, ia pun mulai bergabung dalam organisasi,
agar ia bisa menghabiskan banyak waktunya, sehingga ia bisa melupakan sejenak
tentang kondisinya. Maka dari itu ia memilih untuk bergabung menjadi anggota
osis, organisasi yang terkenal akan kesibukan yang tiada hentinya. Meskipun
orang tuanya sempat melarang karena takut Retha terlampau lelah , tapi Retha
memberi penjelasan kepada orang tuanya, dan untungnya saja orang tuanya bisa
mengerti. Dengan terpilihnya ia menjadi sekretaris osis, ia menjadi lebih
sering menghabiskan waktunya disekolah dibanding dirumah, lebih tepatnya,
diruangan langganannya setiap pulang sekolah, yaitu ruang osis. Ini yang ia
suka dari organisasi disekolahnya, waktu organisasi tidak pernah menganggu jam
pelajaran seperti biasa, kegiatan ekskul hanya akan dilakukan setelah jam
pelajaran berlangsung, atau sepulang sekolah. Jadi para siswa yang ingin
berorganisasi tanpa mengganggu pelajaran, bisa bergabung diekskul yang mereka
inginkan, walaupun tekadang mereka harus sampai lembur mengerjakan berapa
proyek laporan, tetapi itu tidak masalah bagi Retha karena ini adalah
pilihannya, dan ia harus bisa menikmati apa yang menjadi pilihannya saat ini.
Retha juga banyak menghabiskan waktunya bersama sang ketua osis,
yang merupakan teman dekatnya yaitu
Ryan, karena terkadang Ryan tidak ingin menyusahkan anggota lain untuk
membuat sebuah laporan, karena membuat laporan baginya adalah tugas sang
sekretaris, meskipun begitu Retha tak pernah mengeluh, karena menurutnya walaupun
Ryan terkenal otoriter dan dingin kepada teman – temannya, tapi tidak saat sedang
bersama Retha, karena Retha, Ryan bisa berubah menjadi lebih manusiawi lagi.
Retha juga tidak khawatir jika harus lembur membuat laporan, karena biasanya
jika lembur Ryan yang akan mengantarnya pulang, dia yang menjamin Retha sampai
dirumah dengan selamat, dan juga keluarga Retha juga telah mengenal Ryan yang
notabene nya adalah anak teman mami Retha.
Karena sering menghabiskan waktu bersama, membuat mereka menjadi
lebih dekat, terkadang mereka juga sering berbagi cerita tentang kehidupan
masing – masing, tapi tetap Retha menjaga rahasia tentang kondisinya, karena ia
tidak ingin Ryan tahu. Karena apabila Ryan tahu ia pasti akan melarang Retha
untuk berkecimpung dalam organisasi lagi. Retha dan Ryan dua sosok yang
berperan penting dalam Osis, meskipun mereka kerap dituding punya hubungan spesial,
namun dengan senang hati mereka mengabaikan pertanyaan itu, palingan mereka
hanya menjawab dengan seulas senyum tipis. Retha pun ragu akan perasaannya, ia
merasa nyaman berada didekat Ryan, karena ia merasa terlindungi saat bersama
Ryan, ia merasa mempunyai seorang kakak laki – laki yang selalu menjaganya.
Bagi Ryan, Retha itu unik, Retha itu berbeda, ia bisa bersikap dewasa dan
childish dalam waktu yang berbeda, ia juga tau kapan ia harus bersikap dewasa
dan kapan ia boleh bersikap childish. Yang membuat Ryan senang bersama Retha,
karena baginya Retha selalu bersikap childish dihadapannya, Retha selalu
menebar kebahagiaan dan energi positif untuknya. Ia pun merasa memiliki seorang
adik yang harus dilindungi nya. Mereka saling melengkapi, Retha yang terkadang
ceroboh akan ditegur oleh Ryan, dan Ryan yang terkadang terlau dingin akan
ditegur Retha. Iya mereka partner kerja yang unik saling melengkapi. Itulah
saat salah satu mereka tidak ada, pasti mereka merasa ada yang kurang. Seperti saat ini, Ryan masih cemas
akan keadaan Retha karena belum mendapat kabar dari sosok yang ia anggap sebagi
adiknya itu.
Ditempat lain Retha baru saja smapai dirumahnya setelah bermacet
ria dijalanan selama kurang lebih setengah jam. Sesampainya dikamar, ia
langsung mengaktifkan ponsel nya, tanpa menunggu waktu lama ponselnya berdering,
muncul notifikasi wa yang menunjukkan 10 pesan baru dari Ryan, dan 7 panggilan
tak terjawab. Mampuslah Retha, sebelumnya Ryan tidak pernah mengirimnya pesan
sebanyak ini, paling banyak pun itu hanya 3. Tapi entah mengapa hari ini,
seolah menunjukkan bahwa Ryan akan marah besar padanya. Karena ini bukan yang
pertama kalinya Retha hilang tanpa kabar. Setelah membaca semua pesan dari Ryan
, ia pun memutuskan untuk menghubungi Ryan. Panggilan pertama masih belum
diangkat. Retha tidak meyerah karena ia gengsi, Ryan saja bisa menghubungi
hingga 7 kali. Dan saat panggilan kedua mulai tersambung, Ryan menjawab panggilannya.
“Masih
hidup lu re?,” jawabnya datar.
Retha
yang mendengar intonasi lawan bicara ini pun tau bahwa Ryan sedang marah, tapi
Retha tidak nyaman jika Ryan menggunakan intonasi yang datar seperti ini,
karena ia biasanya akan menjawab panggilan Retha dengan intonasi bersemangat.
“Maaf
ingkar janji lagi,” kata Retha.
Diam
dan masih belum ada balasan, namun desahan nafas masih terdengar ditelinga Retha
menandakan orang yang dihubungi masih ada diujung sana.
“Re,
lu kemana sih tadi, nggak ada ngabarin, tau udah ngilang aja, hp dinonaktif,
gua udah hubungin lu berkali – kali tapi tetep aja yang ada Cuma suara
operator, kalo lu emang lagi ada urusan mendadak lu bisa bilang ke gua, lu udah
sering kayak gini re, sekali – kali hargai gua dong re udah nungguin lu, rela
nggak pulang biar pas lu balik kesekolah lagi gua udah ada diruangan, jadi lu
gak perlu nungguin gua re. Dan udah berapa kali sih gua kasih tau re gausah
ilang – ilangan bisa?, gua itu pusing mikir laporan yang belum beres, ditambah
lagi mkirin lu kenapa gak datang – datang, gua udah mikir macem – macem loh re,
gua ngiranya lu kecelakaan lah, gua ngiranya lu diculik lah, pokoknya gua udah
ngira yang macem macem re,” omel Ryan diujung sana.
“Hehehe
maaf kak, re ketiduran dan baru bangun lupa aktifin hp soalnya kalo lagi tidur
emang ponselnya re matiin,” ucap re dengan jurus andalannya. Karena ia tahu
Ryan akan luluh jika dipanggil kakak. Karena saat dipanggil seperti itu seolah
- olah ia memang memiliki seorang adik yang ia sayang.
“Lu
ya re, bisa aja ngeluluhin hati gua, heran dah gua sama lu, eh tapi gua curiga deh re sama lu, kenapa lu sering
ngilang tanpa kabar, ada yang lu sembunyiin dari gua ya re?,” ucap ryan diseberang
sana.
“Iya
dong re gituloh, apasih yang gua gak bisa buat lu yan, eh gimana laporan yang
belum selesai yang bagian mana?, bisa kirim ke email gua, biar gua bisa
lanjutin malam ini, besok bisa gua kasih ke lu, ntar lu periksa lagi, kalo ada
yang salah baru direvisi lagi yan.” Balas Retha yang mencoba mengalihkan
pembicaraan, karena Ryan mulai curiga padanya saat ini.
“Iya
ntar gua kirim, nah lu kan tadi katanya ketiduran ,nah pasti nya lu kan malam ini
bakalan begadang bikin laporan, besok
awas telat kesekolah, walupun besok nggak belajar kita tetep masuk seperti
biasa ya re,” ucap Ryan.
“Siap
bos, yaudah buruan kirim biar bisa gua selesain, gua tutup ya teleponnya,” ucap
Retha mengakhiri panggilan, tanpa menunggu persetujuan dari lawan bicaranya.
Ryan sudah curiga kepada Retha, karena Retha terlalu sering menghilang
tanpa kabar, dan itu semakin meyakinkan Ryan kalau ada yang disembunyikan Retha
padanya, sekarang saja Retha bisa berbohong pada Ryan saat ini, bahkan sebelum
ia menelpon Retha ia telah mencoba mencari Retha kerumahnya, dan yang
menyambutnya hanya seorang pembantu rumah tanggga, yang mengatakan bahwa Retha
dan maminya sedang pergi keluar, saat ditanya kemana, pembantu nya pun tampak
menutup – nutupi sesuatu, itu seakan memperkuat dugaan Ryan terhadap Retha saat
ini. Ryan pun bertekad untuk mencari tahu apa yang disembunyikan Retha padanya,
ia tak ingin ada hal penting yang tidak ia ketahui tentang Retha, ia hanya
berharap tidak ada hal buruk .
Keesokan harinya mereka kembali bertemu diruangan osis, seperti
biasa walaupun proses belajar hari ini ditiadakan kesibukan mereka membuat
laporan tetap berjalan. Tampak ada yang berbeda dengan Retha hari ini, ia
terlihat lebih pendiam dari biasanya, muka nya pun sedikit pucat.
“Re
lu nggak apa- apa kan?,” tanya Ryan.
“Gua
nggak apa – apa, emang kenapa lu nanya begitu yan?,” jawab Retha.
“Lu
keliatan beda hari ini, gak ada ceria – cerianya, biasanya nggak pernah seharipun
lu nggak teriak – teriak, lu jailin gua, hari ini lu agak pendiem agak pucat
juga kayaknya,” ucap Ryan.
“Ga
tau gua capek aja yan, kepala gua pusing banget dari semalem,” jawab Retha.
“Yaudah
lu pulang aja, istirahat dirumah, deadlinenya juga masih lama, bisa lah lu
nyantai dulu re, kasian gua liat lu jarang – jarang aja lu sakit, gua antar
kedokter mau?,” tanya Ryan.
“Gausah,
gua mau istirahat ke UKS bentar, lu tolong lanjutin laporannya, biar cepet
selesai, biar tugas kita nggak numpuk, konsepnya ada dihp gua, lu pegang aja
dulu hp gua, lu tau juga kan passwordnya, kalo ada yang nyariin bilang aja, gua
lagi istirahat,” jelas Retha.
“Iya
iya yaudah gih sono ntar lu pingsan disini kan berabe, gua gak sanggup gendong
lu,” ucap Ryan.
“Ish
lu mah, udah ah bawel lu,” balas Retha sambil berlalu.
“Duh
ni anak semua nya hello kitty, nih walpaper hp hello kitty, case hp hello
kitty, walpaper laptop juga hello kitty, semuanya hello kitty, untung orangnya
juga nggak jadi hello kitty,” dumel Ryan sambil mencoba mencari konsep laporan
di hp Retha.
Saking asyiknya ia sedang membaca laporan yang baru setengah jalan,
ia tidak tahu jika ada panggilan masuk, saat ia membuka lockscreen hp Retha
barulah ia tahu bahwa ada 2 panggilan tak terjawab dari Dokter Dzaky Alfarisi.
Saat ia ingin meletakkan kembali hp nya, ada panggilan dari Dokter Dzaky
Alfarisi, ia pun menjawab panggilannya.
“Halo
re nanti sore ketempat praktek saya ya jam 3, check-up lagi sekalian terapi ,
hasil check-up kemarin saya kurang yakin,soalnya kamu belum sempat terapi lagi,
jangan terlalu capek, obatnya rutin diminum”, ucap dokter tanpa tahu siapa yang
menjawab sambungan teleponnya saat ini.
“Maaf
Retha nya sedang diUKS pak, nanti saya sampaikan pesannya,” jawab Ryan masih
dengan penuh tanda tanya dipikirannya.
“Oh
maaf, tolong sampaikan pesan saya tadi, terima kasih selamat siang,”ucap dokter
mengakhiri panggilannya.
Sambungan panggilan terputus, dan Ryan masih sibuk menerka - nerka,
apa yang terjadi pada Retha sampai sampai ia harus check-up dan terapi. Ia
harus mencari tahu semuanya. Dimulai dari mencari tau tentang dokter yang
menelpon Retha tadi. Tidak butuh waktu lama ia langsung menghubungi sepupunya yang
kebetulan adalah seorang dokter disalah satu rumah sakit swasta di Jakarta.
“Bang
lu tau gak sama doketr Dzaky Alfarisi, penting tolongin gua,” tanya nya
langsung saat panggilan tersambung.
“Kenapa
lu tanya tanya tentang tu dokter, dia dokter senior yan, satu rumah sakit sama
tempat gua praktek,”ucap sepupunya.
“Dia
dokter apaan bang?,”tembaknya langsung.
“Dia
dokter bedah saraf, lu nggak bakal ngerti, pokoknya intinya dia sering
menangani penyakit kanker otak, itu sih setau gua,” jawab bang Revan sepupunya.
Dugaan
awalnya nya saat ini adalah Retha sedang menderita penyakit yang berkaitan
dengan otak, seperti penjelasan sepupunya tadi tentang dokter yang menghubungi
Retha.
“Oke
sip bang makasih,” ucap Ryan langsung menutup panggilan.
“Re
kalo emang yang lu sembunyiin selam ini tentang penyakit lu, gua ga bisa maafin
diri gua sendiri kenapa nggak tau tentang lu dari lama, padahal gua berharap
kita sama – sama terbuka, bahkan lu sedikit pun nggak penah ceritain keadaan lu
selama ini lu cuman nyeritain bagian hidup lu, yang bahagia aja, kenapa lu nggak
pernah mau berbagi tentang beban lu sih re, padahal gua sering banget
nyeritain, masalah gua sama lu bahkan mungkin yang gua ceritain mungkin semua
tentang keluh kesah gua, tentag kesedihan gua, tapi lu sama sekali nggak pernah
nyeritain itu re.” ucapnya dalam hati, sambil menahan rasa kecewa.
Dengan
perasaan gusar, dia masih ingin tahu yang sebenarnya langsung dari mulut Retha,
akhirnya dia memutuskan untuk melihat kondisi Retha di UKS, belum sampai diUKS
dia bertemu dengan temannya.
“Eh
yan kenapa lu masih disini, itu Retha dibawa kerumah sakit, tadi dia pucat
banget malahan sempet pingsan juga,” ucap temannya.
“Eh
yang bener lu ,dibawa ke RS mana?,”tanya Ryan.
“Aduh
itu, ke RS yang deket lampu merah itu loh yan,”ucap temannya.
“Ok
ok thanks ya bro,” ucapnya berlalu sambil menepuk bahu temannya.
“Duh
semoga lu nggak apa – apa re, semoga apa yang gua bayangin nggak terjadi sama
lu,” ucapnya sambil berlari ketempat parkiran.
Ponselnya
bordering, panggilan dari bundanya.
“Halo
bun, kenapa?”.
“Kamu
bisa ke RS tempat bang Revan praktek nggak, bunda sekarang lagi disini sama maminya
Retha, Retha masuk rumah sakit yan, sekarang bunda lagi didepan ruang ICU
,”jawab bundanya.
“Iya
bun ini Ryan emang lagi mau kesana,”ucap Ryan.
“Yaudah
hati hati ya nak,”ucap sang bunda.
Sesampainya
dirumah sakit ia langsung menuju ruang ICU.
“Mami,
retha sakit apa sih, kok tiba – tiba begini,”tanya nya langsung pada mami
Retha.
“Maaf,
mami nggak cerita sama kamu yan, Retha kena kanker otak, dan itu sejak beberapa
bulan terakhir, kamu tahu kan yan kalo kanker itu perkembangannya cepet banget,
dan sekarang Retha udah masuk stadium akhir, yang artinya umurnya nggak lama
lagi, kata dokter dia termasuk orang yang kuat, biasanya orang yang sudah
stadium akhir emang nggak bisa beraktivitas seperti biasa, tapi ternyata Retha
masih bisa beraktivitas seperti biasa, dia yang nyuruh mami buat nggak cerita
sama siapa - siapa, maafin mami ya nak,”ucap mami Retha pada Ryan.
Tangis
sang mami Retha pun pecah, orang disana hanya berharap Retha bisa diselamatkan,
kita tidak tahu ajal manusia, yang pasti Ryan berdoa agar Retha masih diberikan
kesempatan untuk hidup dan bebas dari penyakitnya.
Dokter
pun keluar dari ruangan
“Keadaan
Retha sudah cukup stabil dia pingsan karena terlalu lelah, ditambah dengan
kondisi nya yang semakin memburuk, kita
hanya bisa berdoa, agar Allah memberikan yang terbaik untuk kita. Jika ada yang
ingin melihat kondisi Retha silahkan, tapi satu – satu agar kondisi ruangannya
tidak terlalu pengap.
“Ryan
mau masuk duluan,”ucapnya langsung nyelonong masuk ke ruangan.
“Re
bangun dong re, kenapa lu gak nyeritain sama gue kalo lu kena kanker sih Re,
setidaknya jangan buat gua merasa bersalah sama lu re, gara - gara gua nggak tahu
apa – apa tentang kondisi lu, padahal lu selalu tahu apa yang terjadi dalam
hidup gua tanpa gua cerita, lu seolah tau diri gua lebih dari gua re, tapi gua apa
re, bahkan gua nggak tau kalo lu udah nanggung ini penyakit udah lama re, maafin
gua re, gua nggak bisa jadi kakak yang baik buat lu, gua nggak bisa bikin lu
bahagia, malah gua cuman bisa nambah beban buat lu re,”ucap Ryan pada Retha
yang masih tak sadarkan diri.
Allah memperlihatkan kebesarannya, jari jemari Retha mulai
bergerak, dan kelopak matanya pun terbuka perhan, perlahan tapi pasti
lengkungan bulan sabit dibibirnya mulai terbentuk, Retha tersenyum.
“Lu
nangis? gua nggak apa – apa,” ucapnya lirih.
“Nggak
apa apa gimana, lu itu sakit re dan lu nutupin ini semua dari gua, lu jahat ya
re,”ucap Ryan menahan tangisnya.
“Maaf,
gua nggak mau jadi beban buat lu yan, karena gau tahu kalo lu punya banyak
beban dan gua nggak mau nambah beban lu, cukup gua aja yang nanggung ini semua
lu jangan, lu cukup tahu aja kalo gua selalu bahagia kalo gua selalu menbear
kebahagiaan buat orang disekitar gua. Terima kasih lu adalah salah satu alasan gua bisa bertahan
sampai sejauh ini, karena gua ngerasa ada lu yang bakal selalu lindungi gua dari apapun, lu jadi
alasan terbesar gua buat bertahan sejauh ini, karena dengan lu gua bisa jadi
diri gua yang apa adanya dan lu bisa nerima gua apa adanya, dengan tingkah gua
yang kadang nggak ada malunya, makasih banyak untuk semuanya yan,”ucap Retha.
“Tolong
Re bertahan demi diri lu, gua yakin lu itu kuat lu bisa sembuh, lu itu gadis
kuat yang gua kenal re, plis bertahan demi gua, gua bakal ngelakuin apa aja
asal lu bisa sembuh re,”ucap Ryan.
Entah takdir sedang mempermainkan mereka, namun Retha mendadak tak
sadarkan diri, dan detak jantungnya dimonitor tampak tidak stabil. Ryan langsung
panik dan menekan tombol panggilan. Alhasil dokter datang dan langsung memeriksa
kondisi Retha. Ryan, Mami dan Bunda pun harap – harap cemas menunggu kabar dari
dokter, mereka berharap Allah masih memberikan Retha kesempatan untuk lebih
lama didunia.
“Re
tolong bertahan, gua yakin lu bisa sembuh jangan tinggalin gua, lu udah bilang kalo lu bertahan demi gua, dan
gua janji bakal lakuin apa aja yang penting lu bisa sembuh, gua nggak bisa maafin
diri gua sendiri kalo sampai terjadi apa – apa sama lu re, jadi tolong bertahan
re, gua sayang lu,”ucap Ryan.
Komentar
Posting Komentar